Wednesday, November 28, 2007

democracy isn’t the goal, it’s a tool to reach prosperity


Good Day Mate!

Sebelum saya pergi beraktivitas, maksud saya berkutat dengan skripsi, membaca koran adalah hal yang menjadi rutinitas di pagi hari. Kompas kemarin memuat tajuk rencana yang menurut saya kurang bijak.

Tajuk rencana Kompas (27 November 2007) berjudul ‘Demokrasi Bukan Alat!’. Berisi tentang reaksi Kompas terhadap pernyataan Jusuf Kalla dalam pidatonya di Rapimnas Golkar yang mengatakan bahwa demokrasi hanya alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat, sehingga demokrasi dapat dinomorduakan di bawah tujuan utama pencapaian kesejahteraan rakyat.

Dilihat dari judul Tajuk rencana saja, Kompas memposisikan diri berseberangan dengan pendapat Jusuf Kalla. Kompas menafsirkan pendapat JK bahwa untuk mencapai tujuan bersama, demokrasi -penghargaan hak-hak rakyat- bisa ditinggalkan (Tajuk Rencana: 6). Disini pendapat saya mulai retak dengan Kompas. Bagaimana mungkin hanya demokrasi yang diartikan sebagai sistem yang menghargai hak-hak rakyat? Apakah negara dengan sistem otoritarianisme atau totalitarianisme tidak menghargai hak-hak rakyat? Yang perlu diluruskan adalah definisi dari hak-hak rakyat itu sendiri. Memangnya hak rakyat hanya sebatas pemilihan presiden atau partai politik? Nop! Hak rakyat yang utama, dan yang mereka inginkan (dengan melihat teori needs) adalah ketika Negara memberikan pemenuhan kebutuhan fisiologis dan keamanan, hingga yang tertinggi aktualisasi diri.

Venezuela, dengan otoritas tertinggi di presiden Hugo Chavez, berhasil meningkatkan pendapatan perkapita rakyatnya hingga 4x lipat, pelayanan kesehatan diberikan gratis untuk semua lapisan SES, serta yang terbaru pembagian rumah permanen gratis (in progress) untuk satu juta rakyat yang masih tinggal di ‘bedeng-bedeng’. Kok bisa ya? Hugo Chavez terkenal akan program ‘Oil For People’-nya. Saat ia mulai berkuasa, seluruh kontrak perminyakan dengan negara asing yang proporsi pembangian keuntungannya dianggap merugikan, ditinjau ulang. Perusahaan asing tersebut diberi perintah untuk menjual minyaknya kepada Venezuela, serta proporsi pembagian keuntungan yang lebih besar adalah untuk negara. Apakah perusahaan asing angkat kaki? Tidak! Chevron dan Shell tetap menjadi mitra Venezuela. Meskipun begitu Amerika Serikat kini mencoba menggoyang isu kediktatoran Hugo Chavez dan keengganannya untuk menerapkan demokrasi di Venezuela.

Venezuela adalah contoh negara yang berhasil memenuhi hak-hak rakyatnya di tingkat kebutuhan yang mendasar. Tetapi negara ini juga saya anggap tidak mampu memenuhi hak rakyatnya di tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, tahun ini pemerintah Venezuela menutup stasiun televisi terbesar di negara itu dengan tidak memperpanjang kontraknya. Hal ini menutup hak rakyat untuk mengaktualisasikan diri dengan menyuarakan pendapatnya.

Lain lagi dengan negara-negara di Afrika. Penerapan demokrasi secara paksa (kebijakan dari negara barat, seperti Inggris, Spanyol, dan AS, yang tadinya menjajah mereka) mengubah tatanan keidupan masyarakat disana secara drastis. Konflik berdarah terjadi di benua hitam ini. Konflik Rwanda (Genosida suku Tutsi oleh suku Hutu), Somalia (Milisi dari Ethopia lawan pemerintah), Zaire (Pemerintahan demokrasi boneka bentukan Inggris, lihat film Last King of Scotland), Ethopia, Libya, dan hampir seluruh negara Afrika kecuali Afrika Selatan. Kenapa bisa begitu? Samuel P. Huntington, peraih nobel sekaligus pencetus teori politik modern dengan tulisannya ‘Clash of Civilization’ mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang gagal di negara dunia ketiga. Hal ini terutama dikarenakan demokrasi adalah sistem idealis yang bertujuan memberikan kesempatan aktualisasi diri bagi rakyatnya, tetapi tidak memberikan solusi nyata untuk memberikan hak-hak dasar seperti kebutuhan fisiologi dan keamanan. Rakyat Afrika tidak mendapatkan kebutuhan dasar yang menjadi landasan terciptanya iklim demokrasi yang dapat memberikan kesejahteraan. Satu dari tiga orang di Afrika menderita HIV/AIDS, 80% warganya memiliki pendapatan kurang dari 1 US dolar perhari, dan tingkat harapan hidup individu hanya 30 tahun.

Be logic! Buat apa mereka pikirkan punya hak pilih kalau tahu hidup tidak lebih dari 30 tahun? Buat apa punya hak pilih kalau tahu mengidap HIV/AIDS dan tidak memiliki akses kesehatan, melainkan hanya menunggu malaikat pencabut nyawa? Democracy isn’t what they need then!

Di Indonesia demokrasi seperti naik mobil di jalan Pegangsaan saat saya pulang dari Kelapa Gading ke rumah, kadang mulus, kadang bolong, kadang lancar, kadang macetnya minta ampun.

Perlu diakui, demokrasi di Indonesia membawa angin segar bagi politik modern dengan tonggaknya yaitu partai politik. Dimana-mana orang membuat partai politik untuk menyalurkan aspirasinya. Niatnya baik, tetapi sekarang kebablasan. Keinginan untuk membatasi partai dengan diadakannya electoral threshold yang bertarung di Pemilu diprotes oleh partai-partai gurem. Lho? Wong Ujian Nasional SMA saja ada batasnya, kenapa Pemilu tidak? Malu dong sama siswa SMA! Demokrasi di Indonesia juga membawa kebahagiaan bagi kalangan media. Tidak ada lagi yang namanya ‘cekal-cekalan’. Berita apapun dapat disiarkan, ditulis, dan diperdengarkan. Tapi lagi-lagi banyak yang bilang kebablasan juga. Bagaimana mungkin ada usulan untuk membubarkan Lembaga Sensor Film (LSF)? Bagaimana mungkin ada media pornografi yang mudah dibeli oleh anak-anak di perempatan lampu merah?

Sejarah mencatat, pemimpin demokrasi seperti George Washington dengan US Amandement-nya di Amerika Serikat atau Kaisar Hirohito dengan pembukaan pelabuhan di Jepang berhasil membawa bangsanya bangkt dari keterpurukan. Tetapi sejarah juga mencatat, pemimpin otoriter seperti generasi Mao Zhedong, Deng Xiaopin, hingga Hu Jintao di Cina berhasil membawa negerinya terbebas dari kenistaan pasca perang candu, atau Margaret Thatcher yang melepaskan negerinya dari ancaman resesi dunia di awal tahun 1990.

Jadi sistem apa yang sebenarnya kita butuhkan? Demokrasi? Otoritarianisme? Atau totalitarianisme?

Bukan itu semua, bukan sistem itu. Yang kita butuhkan, paling tidak bagi saya seorang, adalah pemimpin baik yang ujung-ujungnya menghasilkan pemerintahan yang baik. Pemimpin baik adalah pemimpin yang memiliki tujuan utama mensejahterakan rakyatnya dengan tulus.

Idealis memang! Tapi mau apa lagi? Saya sulit berharap pada pemerintahan yang tidak mau meninjau ulang kontrak Freeport di Irian, yang hanya memeberikan Indonesia porsi kurang dari 8% laba bersih pengerukan timah, intan, dan lainnya. Sebagai catatan, laba bersih Freeport tahun 2006 adalah 50 triliyun! Itu hasil bumi Indonesia! Itu hasil menggali di Papua! Berkat laba sebesar itu, Freeport ‘berhasil’ menjadi perusahaan tambang dengan omset terbesar di dunia (baca SWA edisi ‘Perusahaan Indonesia jadi Raja di Dunia’, November akhir 2007).

Masalahnya, pemimpin yang baik itu tidak diketahui kapan munculnya, serta bagaimana ia hadir. Ramalan Joyoboyo dari zaman Majapahit mengatakan ratu (raja?) adil akan datang di negeri yang kacau balau seperti sekarang. Benarkah?


Sebagus apapun mobil seseorang, jika yang menyetir bodoh, maka...

Thursday, November 22, 2007

what about gay friends? it's my opinion.

Good Day Mate!

Gw ngabur ke warnet berhubung lagi ga harus ngetik malam ini, hehe. Tadi lihat berita pernikahan kaum gay di Finland di gereja yg diprotes orang2, jadi tergelitik mau nulis pandangan gw tentang gay. Hmm..gw mau nyoba ngerangkum pendapat umum tentang kaum gay saat ini dulu. Ada dikotomi dalam memandang kaum gay, yg tidak setuju dan setuju. Kalau yg abu-abu belum gw tanggepin dulu. Kalau yg tidak setuju, gw rasa semua udah tahu deh alasan utamanya kenapa. Lebih seru bagi gw untuk memahami pendapat yg setuju akan eksistensi kaum gay.

Anak muda sekarang banyak yg ngomong, itu adalah hak bagi kaum gay untuk memperlakukan tubuhnya sendiri, mau diapain kek! itu urusan mereka!. Ada yg bilang kalau gay itu bawaan dari lahir, sehingga bukan salah mereka menjadi gay. Di luar itu, banyak alasan2 lain agar keberadaan kaum gay diakui selayaknya pria dan wanita.

Gw tidak anti dengan gay, secara mereka juga manusia. Tapi gw membaca banyak penelitian dan jurnal yang memperlihatkan jika hubungan kaum gay adalah hubungan yang menyimpang. Testimoni dari pasangan gay, Wim dan Philip, mengatakan bahwa dunia gay adalah dunia gonta-ganti pasangan (Gatra, 4 Okt 2003). Bell dan Weinberg (1999) melakukan penelitian terhadap kaum gay di Amerika yg memperlihatkan sepertiga kaum gay punya lebih dari 1000 pasangan selama hidup mereka. Data lain dari Christian Media Center yang beranggotakan gay yg udah tobat menyebutkan rata2 pelaku gay berganti pasangan sebanyak 20-106 orang setiap tahunnya, dan 500 orang sepanjang hidup mereka. Penelitian lain dari Marschal Sagir dan Eli Robins (di Amerika juga) menyatakan bahwa lamanya hubungan cinta homoseks paling lama antara 1-3 tahun. Satu lagi penelitian oleh McWhurter dan Mattison (kedua peneliti ini juga gay lho!) nunjukkin kalau dari 100 pasangan gay yang jadi partisipan, paling lama bertahan 5 tahun, dan ga ada yang long lasting. Tuan penelitian seks, Mr. Kinsey, juga mengatakan bahwa kaum gay, berbeda dengan yg normal, memiliki getaran seksual yang sangat hebat saat bertemu dengan orang baru.
OK, itu di Amerika. Gimana di Indonesia?
Mr. Seks, Bapak Naek L. Tobing menyatakan kalau hubungan pasangan gay di Indonesia paling lama 6 tahun. Belum ada penelitian seperti itu sih di sini, tapi kalau ada (secara ilmiah) pasti hipotesisnya ga bakal beda jauh dengan yang di Amerika. Hasilnya? well, kita tunggu aja.

Nah, yg membuat gw penasaran, namanya pasangan tentu inginnya long lasting and happy ending forever and ever with your couple. Mana ada orang mau kawin cerai kawin cerai (kecuali beli mobil kali ya, maunya nyari yg bagus mulu!), bahkan artis di dunia barat,yang terkenal bebas, juga ga mau kawin cerai terus (tanya aja lisa elizabeth). Dari penelitian di atas, prinsip pasangan alamiah ini tidak dimiliki oleh pelaku gay. That's why sapai sekarang masih ada anggapan kalau perilaku seksual kaum gay itu menyimpang.

Ahh...capek ya ngomong serius! Haha..

Okelah, intinya dari kasus debat pendapat mengenai perilaku pelaku gay, gw melakukan renungan akan pendapat orang lain dan pendapat gw sendiri juga. Pendapat kebebasan dan pendapat norma juga diakomodir. Akhirnya gw berujung pada kesimpulan utama.

"Kalau mau menilai perilaku benar atau salah, generalisasikan ke seluruh manusia. Kalau perilaku itu dapat dilakukan oleh semua orang dan memberikan hasil positif, maka perilaku itu benar, serta sebaliknya"

Untuk perilaku gay, coba deh lo bayangin kalau semua manusia di dunia ini gay!! ekstrim yah? emang! tapi ini ikhtiar gw untuk melihat perilaku tertentu benar atau tidak. Umat manusia akan musnah seketika dalam satu generasi. Ga ada hasil positif jika perilaku gay ini dilakukan. Sehingga perilaku gay sekarang ini gw masih anggap salah.

Coba uji lagi kesimpulan gw. Lo pikirin deh, perilaku apapun itu, generalisasikan ke seluruh manusia, kalau emang positif, pasti perilaku itu tidak menyimpang dari norma di masyarakat. Ini semua hukum alam kalau menurut gw.

Masih ga percaya? Coba yah, gw mau lihat perilaku poligami dari kesimpulan gw.
Kalau semua pria di dunia ini poligami, siapa yg untung? Perempuan! (hehehe...). Becanda2... Ga bisa dipungkirin, kalau semua pasangan di usia dewasa mau menikah maka poligami adalah jalannya, secara sekarang perbandingan laki-laki dan perempuan di usia dewasa (20-45) adalah 1:3 (according to UN). Ada efek positif disini. Tentu ga semua pria akan poligami, tapi gw membolehkan jika ada yg mau (tentunya jika perempuannya mau dan tidak dipaksa) karena ada efek positif yg bisa diambil (ex: wanita2 yg ga dpt pasangan bisa mendapatkan keturunan dan tanggungan finansial dari suami poligami). Untuk ori, tenang! gw ga poligami kok! ainul yaqin. hehe..

Untuk kasus ringan. Terapin deh! gimana kalau semua orang saling memberi, saling mencintai, menanam padi, menjadi sarjana, menulis penelitian, membunuh, merampok, masturbasi, menonton video porno, goyang ngebor, dll..

Jadi kesimpulan gw (at least for now, unless you can give me arguments), gay is not a choice! it's an abnormality in sexual relationship.


Wass.

i'm so tired of america (rufus wainwright)

Good Day again!

Mau nulis bentar sebelum pergi bwat back translation mini thesis gw. Tau rufus wainwright ga? soloers dari Kanada. Sebelumnya gw juga ga tau dia, tp setelah dia ngeluarin single Going to a Town, weww! his song really stunning!! Ga tau ya kalian gimana, tapi buat gw situasi global belakangan ini ngebuat lagu ini punya makna yang dalam sekali.

Hmm, biar lo tau juga pesan yang pengen dia sampaiin di lagu ini, gw kasih liriknya dulu. Ntar kalau sempat, gw post juga vidklip dia.

Going To A Town (Rufus Wainwright)

I'm going to a town that has already been burned down
I'm going to a place that is already been disgraced
I'm gonna see some folks who have already been let down.
I'm so tired of America

I'm gonna make it up for all of the Sunday Times
I'm gonna make it up for all of the nursery rhymes
They never really seem to want to tell the truth
I'm so tired of you America

Making my own way home
Ain't gonna be alone
I got a life to lead America
I got a life to lead

Tell me do you really think you go to hell for having loved?
Tell me and not for thinking every thing that you've done is good
(I really need to know)
After soaking the body of Jesus Christ in blood

I'm so tired of America
(I really need to know)

I may just never see you again or might as well
You took advantage of a world that loved you well
I'm going to a town that has already been burned down
I'm so tired of you America

Making my own way home
Ain't gonna be alone
I got a life to lead America
I got a life to lead
I got a soul to feed
I got a dream to heed
And that's all I need

Making my own way home
Ain't gonna be alone
I'm going to a town that has already been burned down

Ada yang setuju sama gue tentang OK-nya nih lirik?
Opps, udah jam 11.. Cabut dulu ahh..
Moga2 janda ga mogok ya..

Wass.

Bush Burned in Hell (Amin)

Wednesday, November 21, 2007

beowulf

Good Day!

frenz..weekend kemarin aye bersama yayang aye (halah!), seperti biasanya (tepatnya selalu) pergi ke lantai 3 Mall Kelapa Gading, dimana disono ada gedong bioskop. Disana kite cuma beli popcorn doang (ya ngga lah!), tetapi juga nonton beowulf. Sebenernya sih uda ampir ga nonton, berhubung semua film bagus udah ditonton (Stardust, Lions for Lambs, etc). Tetapi karena kite bingung kalo jalan doang ga nonton, jadi harus nonton, apapun itu! Akhirnya kita pilih nyang namanya BEOWULF. Kenapa? Alasannya sederhana, gue tertarik liat thriller-nya saat memperlihatkan tubuh polos Angelina Jolie (wewww!). Singkat kata, tapi padet tubuh (diriku lho!), kita masuk studio 1. Penuh abis, ampir aja ga dapet, tapi ada sisa dua bangku di row D paling ujung.

HEH! gue kaget, kirain orang beneran, ternyata film animasi. Karena harapan gw adalah film orang (bukan orang-orangan), bego banget ya gw, ketipu sama thriller. Tapi gpp, langsung gw ubah ekspektasi gw menjadi 'moga-moga ini adalah film animasi yg emang uwwuokkehh!(kalau kata Tora Sudiro)'.

Ini inti ceritanya:

Ada raja dari sebuah kerajaan (menjelaskan kan?)
Raja suka pesta dan hura-hura dengan suka ria
Pesta di aula ajak-ajak rakyatnya
loncat, dansa, ketawa, ketiwi, makan babi, lainnya imajinasikan sendiri
Monster di gua nun jauh kebrebekan denger suara pesta pora rakyat dan raja
Monster di gua nun jauh marah dan ngobrak ngabrik aula (ahh! eek! haiya! gedebug! begitu bunyinya)

Raja sedih, tawarkan hadiah bagi yg bisa bunuh monster
Pahlawan datang cari puja puji
Pahlawan bunuh monster
Pahlawan diberi hadiah Raja punya istri

Ternyata monster juga manusia, dia punya mama
Mama monster marah
Mama monster serang aula (setting di aulanya banyak)
Rakyat mati berdarah

Pahlawan buru mama monster
Pahlawan terpincut sama mama monster (gimane ngga? wong mamanya Angelina Jolie ora ngangge baju. Aku yo ora nyalahne de'e)
Pahlawan dijanjiin banyak duit, harta, dan tahta sama mama monster
Tapi...pahlawan harus bikin anak dulu sama mama monster

Pahlawan akhirnya jadi raja

THE END...
(ternyata belum)

Anak pahlawan-mama monster yang juga monster marah (dikucilin bapake)
Anak pahlawan-mama monster yang juga monster obrak-abrik aulanye
Pahlawan berantem sama anaknya sambil marah-marah..
Anaknya mate, Pahlawan juga mate..

(trus sape yang jadi raja?)
Temennya pahlawan jadi raja
Temennya pahlawan digoda mama monster
Temennya pahlawan dijanjiin yang sama
Temennya pahlawan bikin anak sama monster

THE END...
(beneran)

Mulak-mulek..itu katanya ori.
Yah..pada akhirnya gue harus menerima kenyataan akan alur cerita yang ga fokus. Tapi secara animasi sih ok! sampe ketipu, kirain pelem orang beneran.

Final Decision -> NILAI 7 (SKALA 10)

sampai jumpa di review (movie) gw selanjutnya...